Senin, 22 Juni 2015

LAPORAN NUTRISI RUMIANSIA (IN VIVO)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ternak ruminansia adalah sebutan untuk semua ternak yang mempunyai struktur pencernakan ganda yaitu terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Atau lebih tepat dikatakan bahwa ternak ruminansia adalah ternak yang mempunyai sistim pencernakan pakan  yang khas sehingga menyebabkan ternak tersebut mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas relatif rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu. Ciri khas dari ternak ruminansia adalah adanya rumen yang merupakan ekosistem mikroba yang berperan dalam penguraian bahan pakan dan mikroba juga berfungsi sebagai bahan protein ternak.
Ruminansia sama halnya dengan mahluk hidup lainya yang membutuhkan nutrisi untuk mempertahankan hidupnya. Nutrisi tersebut seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, udara, dan air. Hijauan memegang peranan penting pada produksi ternak ruminansia, karena pakan yang dikonsumsi oleh sapi, kerbau, kambing, dan domba sebagian besar dalam bentuk hijauan, tetapi ketersediaannya baik kualitas, kuantitas, maupun kontinyuitasnya masih sangat terbatas.
Hijauan berasal dari jenis rumput dan legiuminosa. Ternak ruminansia memperoleh dua sumber protein untuk kebutuhan hidupnya yaitu protein mikroba yang terdapat di dalam saluran pencernaan dan protein yang berasal dari makanan yang lolos dari degradasi di dalam rumen (protein by-pass). Tahap pertama dari pemanfaatan protein adalah melalui proses pencernaan. Walaupun protein mikroba bermutu tinggi, namun jumlahnya tidak akan cukup untuk mencapai produksi yang tinggi. Oleh karena itu perlu tambahan berupa protein by-pass. Sumber protein by-pass yang bisa digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ternak bisa berasal dari leguminosa pohon seperti lamtoro. Daun dan buah lamtoro mengandung protein dan energi yang cukup tinggi dan juga merupakan bahan baku lokal yang banyak tersedia. Lamtoro merupakan leguminosa pohon yang mempunyai perakaran yang dalam dan mampu beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik di daerah beriklim sedang dengan curah hujan tahunan diatas 760 mm. Daun lamtoro mengandung protein kasar yang cukup tinggi yakni 27-34 % dari bahan kering dan telah umum digunakan sebagai makanan ternak.
Kecernaan merupakan suatu gambaran mengenai kemampuan ternak untuk memanfaatkan pakan. Kemampuan ternak untuk mencerna suatu bahan pakan berbeda-bedasesuai dengan status fisiologis dari ternak itu sendiri. Nilai kecernaan yang tinggi menunjukanbahwa ternak tersebut efektif memanfaatkan bahan pakan yang diberikanTernak Ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba) merupakan ternak herbivore yangmemiliki empat perut. Salah satu perutnya adalah rumen. Ternak Ruminansia mempunyai alatpencernaan yang unik yaitu retikulo-rumen yang dipisahkan oleh lipatan reticulo-ruminalsehingga isi rumen dan reticulum dapat tercampur dengan mudah. Rumen dan reticulummerupakan alat pencernaan fermentativ yang di dalamnya terdapat mikroorganisme sepertibakteri, prozoa, dan fungi. Di dalam rumen, zat-zat makanan akan disederhanakan melalui fermentasi mikroba menjadi produk yang mudah dimanfaatkan induk semang.Mikroorganismepada rumen dapat hidup karena walaupun proses fermentasi yang terjadi dalam rumen menghasilkan asam, epitel rumen dapat menghasilkan larutan penyangga yang dapatmempertahankan pH rumen agar tetap normal.
Untuk mengetahui daya kecernaan ternak terhadap pakan sangat sulit terutama jikadilakukan langsung terhadap teernakanya yaitu dengan analisis in vivo dan analisis insacco.analisis ini sangat sulit dilakukan karena ada beberapa kendala antarnya membutuhkanternak terutama ternak berpistula.Cara yang tidak terlalu sulit untuk mengetahui daya cerna ternak terhadap pakan yaitudengan analisis in vitro,yaitu suatu analisis yang meniru kecernaan ternak yang dilakukan dilaboratorium.Bahan-bahan yng di butuhkan antara lain cairan rumen,saliva buatan,sampel danCO2.Analisis in vitro juga memiliki keterbatasan diantaranya mikroba terbatas,nilai kecernaanbukan true digestibility,butuh unkubator dan alat-alat lainnya.
Metode untuk mengetahui daya cerna ada 3 yaitu metode In vitro, In sacco, In vivo. Metode In vivo merupakan metode penentuan kecernaan pakan menggunakan hewan percobaan dengan analisis pakan dan feses. Pencernaan ruminansia terjadi secara mekanis, fermentative, dan hidrolisis. Dengan metode In vivo dapat diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien cerna yang ditentukan secara In vivo biasanya 1% sampai 2 % lebih rendah dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara In vitro.
1.2. Tujuan dan Kegunaan Praktikum
1.2.1.   Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ilmu nutrisi ternak ruminansia tentang daya cerna ternak terhadap pakan lamtoro adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui daya cerna sapi terhadap pakan lamtoro.
2.      Untuk mengetahui selisih pakan yang diberikan dengan feses yang keluar.
3.      Untuk mengetahui berapa kali feses yang keluar selama 24 jam.
4.      Untuk mengetahui pada feses ke berapa yang paling banyak keluar.
5.      Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah ilmu nutrisi ternak ruminansia.
1.2.2.   Kegunaan Praktikum
Adapun kegunaan dari praktikum ilmu nutrisi ternak ruminansia tentang daya cerna ternak terhadap pakan lamtoro adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui prosedur menghiting daya cerna dengan in vivo.
2.      Untuk dapat digunakan ketika melakukan penelitian dengan hal yang sama dengan praktikum ini.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pakan
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu kesehtannya. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang meliputi kuantitatif, kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang terkandung di dalamnya. (Anonim, 2009).
Pakan adalah segaalah sesuatu yang dapat diberikan sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, istilah pakan sering diganti dengan bahan baku pakan, pada kenyataanya sering terjadi penyimpangan yang menunjukkan penggunaan kata pakan diganti sebagai bahan baku pakan yang telah diolah menjadi pellet, crumble atau mash. (Anonim a 2008).
Hijauan memegang pranan penting dalam produksi ternak ruminansia karena pakan yang dikonsumsi oleh sapi, kerbau, kambing dan domba sebagian besar dalam bentuk hijauan tetapi ketersediaannya baik kualitas, kuantitas maupun kontinyuitasnya masih sangat terbatas (Reksohadiprodjo at all, 1995).
Rumput Raja adalah hasil persilangan antara Pennisetum purpureum danPennisetum thypoides. Rumput Raja adalah jenis tanaman perenial yang membentuk rumpun, daya adaptasi yang baik di daerah tropis, tumbuh baik pada tanah yang tidak terlalu lembab dan didukung dengan irigasi yang baik. Pertumbuhan awal rumput Raja lebih lambat dan memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan rumput Gajah namun memiliki pertumbuhan yang cepat mengalahkan rumput Gajah (BPTHMT Baturaden, 1989).
Rumput Raja atau king grass mempunyai karakteristik tumbuh tegak berumpun-rumpun, ketinggian dapat mencapai kurang lebih 4 m, batang tebal dan keras, daun lebar agak tegak, dan ada bulu agak panjang pada daun helaian dekat liguna. Permukaan daun luas dan tidak berbunga kecuali jika di tanam di daerah yang dingin (Gambar 2.1). Produksi hijauan Rumput Raja dua kali lipat dari produksi Rumput Gajah, yaitu dapat mencapai 40 ton rumput segar/hektar sekali panen atau setara 200-250 ton rumput segar/hektar/tahun. Mutu hijauan Rumput Raja lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput gajah hawai ataupun rumput afrika (Rukmana, 2005). Menurut Setiana (2000) bahwa kualitas produksi hijauan Rumput Raja dapat mencapai 1000 ton segar/ha/tahun.

Lamtoro (Leucena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa pohon, berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat petani di Nusa Tenggara Barat. Lamtoro umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial. Sebagian masyarakat memanfaatkan buah dan daun muda untuk sayur. Daunnya dipergunakan sebagai pakan ternak dan batangnya dimanfaatkan sebagai ramuan rumah dan kayubakar.Lamtoro mengandung protein tinggi dan karotenoid yang sangat potensial sebagai pakan ternak non ruminansia seperti unggas. Kandungan lamtoro adalah bahan kering 90,02%, protein kasar 22,69%, lemak 2,55%, serat kasar 16,77%, abu 11,25%, Ca 1,92 dan P 0,25% serta  β-karoten 331,07 ppm (Yessirita, 2010). Dari hasil analisa tersebut dilihat bahwa lamtoro memiliki kandungan serat kasar yang tinggi sehingga pengunaan lamtoro terbatas dalam ransum ternak. Pemberian lamtoro pada ternak unggas khususnya ayam sangat terbatas yaitu sampai 10%.
2.2  Pengertian In Vivo
In Vivo adalah bahasa Latin untuk “dalam organisme hidup”; mengacu pada penelitian yang dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan. Uji kulit yang tepat dilakukan memakai bahan yang bersifat imunogenik, Bahan uji kulit harus bersifat non iritatif untuk menghindari positif palsu, Dengan uji kulit hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap makro molekul: insulin, antisera, ekstrak organ, sedang untuk mikromolekul sejauh ini hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap penisilin saja.
2.3 Prinsip Kerja In Vivo
Pengujian secara biologis biasanya menggunakan hewan coba untuk membantu menjalakan penelitian-penalitian yang tidak bisa secara langsung dilakukan dalamtubuh manusia dengan asumsi semua jaringan, sel-sel penyusun tubuh, sertaenzim-enzim ada dalam tubuh hewan coba tersebut memiliki kesamaan dengan manusia.
2.4  Kecernaan In Vivo
Kecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman at al, 1991).
Tipe evaluasi pakan pada prinsipnya ada 3 yaitu metode in vitro, in sacco, dan in vivo. Tipe evaluasi pakan in vivo merupakan metode penentuan kecernaan pakan menggunakan hewan percobaan dengan analisis pakan dan feses. Pencernaan ruminansia terjadi secara mekanis, fermentative dan hidrolisis (Mc Donald et all, 1995).
Dengan metode in vivo dapat diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien kecernaan yang ditentukan secara in vivo biasanya 1% sampai 2% lebih rendah dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara in vitro (Tillman at all, 1991).
Anggorodi (1980) menambahkan pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan usaha untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentase nutrient yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam feses. Perhitungan kecernaan (semu) bahan pakan menurut Church dan Pond (1988) adalah sebagai berikut :
Kecernaan % = Nutrien pakan – Nutrien feses x 100
Nutrien Pakan
Percobaan kecernaan dibedakan menjadi dua periode, yaitu periode pendahuluan dan periode koleksi. Periode pendahuluan berlangsung selama 7 hari sampai 10 hari dan periode koleksi selama 5 hari sampai 15 hari (Tillman et al. 1991).
Periode pendahuluan berlangsung 4 sampai 10 hari, dan koleksi 4 sampai 10 hari sedangkan menurut Merchen (1988) periode pendahuluan selama 2 minggu dan koleksi selama 7 sampai 10 hari, dan menurut Harris (1970) periode pendahuluan selama 10 hari dan koleksi selama 10 hari (Menurut Church dan Pond 1988).
Bahwa tingkat konsumsi yang konsisten ditetapkan selama periode pendahuluan untuk menghindari fluaktuasi ekskresi yang dramatis, dan perbedaan jumlah feses dapat menyebabkan kesalahan dalam percobaan ini (Merchen, 1988).
Selama percobaan tersebut feses dikumpulkan, di timbang, dan dianalisis untuk mengetahui zat-zat makanannya (Anggorodi, 1980).
2.5    Kecernaan BK
Kecernaan atau daya cerna adalah bagian dari nutrien pakan yang tidak diekskresikan dalam feses terhadap konsumsi pakan. Tingkat kecernaan nutrien makanan dapat menentukan kualitas dari ransum tersebut, karena bagian yang dicerna dihitung dari selisih antara kandungan nutrien dalam ransum yang dikonsumsi dengan nutrien yang keluar lewat feses atau berada dalam feses (Tillman dkk., 1991).
Kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen.  Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan  tersebut, berarti semakin baik kualitasnya.  Kisaran normal bahan kering yaitu 50,7-59,7%.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering, yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam ransum tersebut.  Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein ransum, persentase lemak dan mineral (Tilman, dkk, 1991; Anggorodi, 1994). 
Kecernaan BK yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna oleh mikroba rumen (Anitasari, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan BK ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein, persentase lemak dan mineral (Anggorodi, 1994).


BAB III
MATERI DAN METODE PRAKTIKUM


3.1    Waktu dan Temat Praktikum

Adapun waktu dan tempat dilaksanakan praktikum ilmu nutrisi ruminansia ini, adalah sebagai berikut :
Ø  Praktik pertama :
Tanggal         : 23 – 24 Mei 2015.
Waktu           : 07.00 wita tanggal 23 – 07.00 wita tanggal 24 2015.
Tempat          : Teaching Farm Lingsar.
Ø  Praktikum kedua :
Tanggal         : 24 Mei 2015.
Waktu           : 08.00 hingga selesai.
Tempat            : Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia / Herbivora                Fakultar Peternakan Universitas Mataram.
Ø  Praktikum ketiga :
Tanggal         : 29 Mei 2015.
Waktu           : 08.00 hingga selesai.
Tempat            : Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia / Herbivora                Fakultar Peternakan Universitas Mataram.
3.2    Alat dan Bahan Praktikum

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ilmu nutrisi ruminansia ini adalah sebagai berikut :
Ø  Alat praktikum terdiri dari :
1.        Selang
2.        Ember
3.        Spatula
4.        Papan
5.        Sekop
6.        Karung
7.        Terpal
8.        Timbangan
9.        Polpen
10.    Kertas
11.    Pelastik
12.    Sepidol
13.    Amplop
14.    Oven
15.    Komputer
Ø  Bahan praktikum terdiri dari :
1.        Air
2.        Konsentrat
3.        Lamtoro
4.        Rumput raja
5.        Sapi
6.        Feses
3.3    Metode Praktikum

Adapun langkah-langkah praktikum yang digunakan dalam praktikum ilmu nutrisi ruminansia, yaitu mulai dari :
1)      Praktikum pertama
1.      Mengetahui nomer sapi yang akan digunakan untuk praktikum.
2.      Membersihkan kandang dan tempat makan sapi.
3.      Siapkan alat dan bahan
4.      Mengambil konsentrat,rumput raja,dan lamtoro sebagai pakan yang akan diberikan.
5.      Menimbang pakan yang akan di berikan sepri konsentrat,rumput raja,dan lamtoro.
6.      Menimbang konsentrat 1 % dari berat badan sapi.
7.      Ambil sampel konsentrat,kemudian berikan pada sapi.
8.      Selanjutnya timbang rumput raja 10 % dari berat badan.
9.      Setelah di timbang ambil sampel rumput raja.
10.  Menimbang lamtoro 3 % - 4 % dari berat badan sapi.
11.  Mengambil sampel lamtoro untuk dianalisis.
12.  Memberi pakan hijauan seperti rumput raja dan lamtoro 30 menit setelah di berikan konsentrat kepada masing-masing sapi, dengan cara memberi sedikit demi sedikit agar sapi mengkonsumsi pakan rumpur raja dan lamtoro dengan baik.
13.  Mengambil feses setiap kali keluar dari masing-masing sapi (tergantung dari feses yang keluar dari sapi selama 24 jam).
14.  Menimbang feses setiap kali keluar dari masing-masing sapi (tergantung dari feses yang keluar dari sapi selama 24 jam).
15.  Mencatat berat feses setiap kali keluar dari masing-masing sapi (tergantung dari feses yang keluar dari sapi selama 24 jam).
16.  Mencatat waktu setiap kali feses yang keluar dari masing-masing sapi.
17.  Mengambil sampel setiap feses yang keluar dari masing-masing sapi di masuk kan pada kantong plastik yang di beri tanda feses keberapa,sapi yang diberi pakan rumput raja atau lamtoro.
18.  Mengumpulkan sampel feses ke setiap satu kantong plastik yang berbeda tergantung dari jumlah sapi.
19.  Meberikan masing-masing sapi minum tergantung kebutuhan.
20.  Mencatat tingkah laku masing-masing sapi.
21.  Poin dari nomer 1 hingga 17 di lakukan selama 24 jam.
22.  Setelah dilakukan fengambilan sampel feses selama 24 jam,kemudian bersihkan kandang dan mengambil sisa pakan.
23.  Menimbang sisa pakan setelah itu ambil sampel sisa pakan
24.  Membawa sampel masing-masing feses sapi,konsentrat,rumput raja,sisa pakan rumput raja,lamtoro dan sisa pakan lamtoro ke laboratorium.
2)      Peraktikum kedua
1.      Siapkan amlop untuk masing-masing sampel dan stempes.
2.      Berikan identitas pada amplop untuk masing-masing sampel.
3.      Menimbang amlop untuk sampel rumput raja.
4.      Mencatat berat amlop untuk rumput raja.
5.      Menimbang amlop dan sampel rumput raja.
6.      Mencatat berat amlop dan sampel rumput raja.
7.      Menimbang amlop untuk sampel sisa rumput raja.
8.      Mencatat berat amlop untuk sisa tumput raja.
9.      Menimbang amlop dan sampel sisa tumput raja.
10.  Mencatat berat amlop dan sampel sisa rumput raja.
11.  Menimbang amlop untuk sampel lamtoro.
12.  Mencatat berat amlop untuk lamtoro.
13.  Menimbang amlop dan sampel lamtoro.
14.  Mencatat berat amlop dan sampel lamtoro.
15.  Menimbang amlop untuk sampel sisa lamtoro.
16.  Mencatat berat amlop untuk sisa lamtoro.
17.  Menimbang amlop dan sampel sisa lamtoro.
18.  Mencatat berat amlop dan sampel sisa lamtoro.
19.  Menimbang amlop untuk sampel masing-masing feses dari sapi.
20.  Mencatat berat amlop untuk sampel masing-masing feses dari sapi.
21.  Menimbang amlop dan sampel masing-masing feses dari sapi.
22.  Mencatat berat amlop dan sampel masing-masing feses dari sapi.
23.  Memasukan seluruh sampel ke dalam oven 600 C.
24.  Menunggu sampel hingga kering, kurang lebih selama 4 hari.
3)      Praktikum ketiga
1.      Setelah 4 hari di oven 60º C.
2.      Mengeluarkan sampel yang telah di oven.
3.      Menimbang seluruh amlop dan sampel yang telah kering.
4.      Mencatat seluruh berat amlop dan sampel yang telah kering.
5.      Menghitung kadar bahan kering sampel konsentrat,rumput raja,sisa rumput raja,lamtoro,sisa lamtoro dan feses.
6.      Menghitung konsumsi bahan kering dan keluaran bahan kering.
7.      Menghitung nilai kecernaan in vivo.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM


4.1. Hasil Praktikum
Tabel. 1 Data Pakan Segar Sapi
Nomor sapi
Pemberian (kg)
Sisa (kg)
konsumsi
Keterangan
210
9
8
1
Diberi tree legum
220
17
8
9
Di beri king grass

Tabel. 2 Data Feses Segar Setiap Sapi Defekasi Selama 24 Jam
No. sapi
Data feses segar pada defikasi ke-
item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total (kg)
220
Berat (kg)
1,385
1,110
0,910
0,345
0,940
0,220
0,560
0,630
1,100
7,200
jam
08:44
10:56
12:35
13:42
15:16
17:15
18:30
00:35
04:55


210
Berat (kg)
1,525
1,135
1,235






3,895
jam
10:49
15:25
22:40








Grafik .1 Defekasi Sapi Nomor 220 Dan 210 Selama 24 Jam
Tabel.3 Data Hasil di Laboratorium
NO
SAMPEL
BERAT SEBELUM DI OVEN 600 (g)
BERAT SESUDAH DI OVEN 600(g)
1
Berat 3 staples
0.12
-
2
Amplop besar + staples
16,74
-
3
Amplop kecil + staples
3,63
-
4
Amplop + staples + sampel rumput awal
110,43
27,76
5
Amplop + staples + sampel rumput sisa
116,50
22,26
6
Amplop + staples + sampel legume awal
95,35
69,26
7
Amplop + staples + sampel legume sisa
80,79
55,76
8
Amplop + staples + sampel konsentrat
108,34
95,37
9
Amplop + staples + feses No. 220
103,05
16,87
10
Amplop + staples + feses No. 210
103,34
19,37

Ket:
·         Amplop besar  = Sampel rumpul awal dan sisa
    sampel legume awal dan sisa
·         Amplop kecil  = Sampel konsentrat
    sampel feses

4.2. Pembhasan Praktikum
4.2.1. Pembahasan Materi Praktikum
Dalam praktikum yang kami lakukan selama kurang lebih sehari semalam untuk mengetahui berapa kali sapi melakukan defikasi selama 24 jam dan untuk menguji bahan pakan seperti tree leguminousa dan king grass yang dicerna tersebut baik atau tidak di kosumsi oleh ternak yang kami amil sampelnya selama sehari semalam atau 24 jam lamanya.
Sedangkan dalam metode untuk melakukan uji daya cerna pada ternak ruminansia ada beberapa metode yang ada seperti  metode yang kami lakukan dalam uji daya cerna bahan pakan seperti tree legume dan king grass ini menggunakan metode In vivo yang merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman at al, 1991). Dengan metode in vivo dapat diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien kecernaan yang ditentukan secara in vivo biasanya 1% sampai 2% lebih rendah dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara in vitro (Tillman at all, 1991).
Setelah pengambilan sampel di lapangan maka pada pagi harinya sampel tersebut secepatny di bawa ke laboratorium untuk di uji bahan pakan tree legume dan king grass supaya mengetahui berapa persen daya cernanya terhadap ternak dan pakan seperti tree legume dan king grass baik untuk daya cerna ternak atau kurang. Siregar (1989) menyatakan bahwa produksi Rumput Raja mencapai 1.076 ton/ha/tahun, sedangkan Rumput Gajah (Hawai) 525 ton/ha/tahun dan Rumput Gajah (Afrika) hanya mencapai produksi 376 ton/ha/tahun. Dan nilai gizi Rumput Raja juga cukup tinggi, yaitu protein kasar 13,5 %, lemak 3,5 %, dan abu 18,6 %. Amalia dkk (2000) menambahkan bahwa kualitas hijauan Rumput Raja lebih tinggi dibandingkan dengan Rumput Gajah terutama protein kasarnya 25 % lebih tinggi dari rumput demikian juga dengan kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5.3 – 22.8 %. Kecernaan bahan kering ini adalah 65.6 %. Sedangkan kandungan pada tree legume (lamtoro) adalah bahan kering 90,02%, protein kasar 22,69%, lemak 2,55%, serat kasar 16,77%, abu 11,25%, Ca 1,92 dan P 0,25% serta  β-karoten 331,07 ppm (Yessirita, 2010). 
Dalam hasil dari praktikum yang diamati jumlah defekasi pada ternak dengan nomor 220 yang di beri pakan tree legume  lebih sering melakukan defekasi dari pada ternak dengan nomor 210 yang diberikan king grass dengan perbandingan 3 kali lipat dari ternak nomor 220,penyebab utama yang membuat ternak nomor 220 lebih sering melakukan defekasi dikarenakan ternaknya diare dan pakan yang di konsumsi oleh ternah tidak terlalu banyak sehingga untuk menyeimbangkan kondisi tubuhnya ternak tersebut berusaha untuk selalu mengeluarkan fesesnya,sedangkan pada ternak nomor 210 dalam perhitungan waktu pengamatan selama kurang lebih sehari semalam hanya melakukan defekasi 3 kali atau 3 kali jauh lebih sedikit dari ternak 220 yang dikarenakn  sapi nomor 210 banyak mengkonsumsi pakan dan tidak ada gangguan penyakit diare seperti pada ternak nomor 220. Defekasi merupakan salah satu usaha ternak untuk mengatur proses keseimbangan tubuh dengan cara mengeluarkan fesses. Fesses merupakan salah satu produk sisa proses pencernaan setelah pakan yang dikonsumsi mengalami degradasi dan diserap atau tidak mengalami proses apapun yang akhirnya dikeluarkan dari dalam tubuh (Blakely dan Bade, 1995).
   4.2.2.  Perhitungan Pemberian Pakan dan Persentase Kecernaan
1.      Rumus           →    a.    Pakan (lamtoro)          = 3/100×BB
b.      Pakan (king grass)       = 10/100×BB
c.       Kosentrat (jagung)      = 1/100×BB

              Keterangan  →     a.    Tree legum                = 3%
                                           b.    king grass                  = 10%
                                           c.    kosentrat                    = 1%
                                           d.   sapi (220)                   = 288 kg
                                           e.   sapi (210)                    = 164,5 kg
a.  Sapi (220)   =
    tree legum   = 3/100×288 = 8,64 = 9 kg
    kosentrat     = 1/100×288 = 2,88 = 3 kg

b.  Sapi (210)   =
                            king grass    = 10/100×164,5  = 16,45 = 7 kg
                            kosentrat    =  1/100×164.5    = 1,645 = 2 kg
4.2.2. Perhitunga Konsumsi Pakan
1.      Rumus          →                  konsumsi  = pemberian pakan – sisa pakan.
Keterangan   →                 a. Konsumsi pakan sapi (220).
                                           b. Konsumsi pakan sapi (210).

a.        Konsumsi pakan sapi (220)      =  pemberian pakan – sisa pakan.
          = 17-8 = 9 kg.
b.      Konsumsi pakan sapi (220)       =  pemberian pakan – sisa pakan.
          =  9-8 = 1 kg.

4.2.3.  Perhitungan Sampel Seetelah Di Oven 600 C
1.      Rumus          →                  Berat samel  = Berat BK +amplop – amplop

Keterangan  →                   a. Berat amplop besar  = 16,74 gram
                                                       b. Berat amplop kecil    = 3,63 gram
a. Sampel BK tree legum awal            =  86,0-16,74 = 69,26 gram
b. Sampel BK tree legum sisa             =  72,5-16,74 = 55,76 gram
c. Sampel BK  king grass awal           =  44,5-16,74 = 27,76 gram
d. Sampel BK  king grass sisa             =  39,0-16,74 = 22,26 gram
e. Sampel BK  feses (220)                  =  20.5-3,63   = 16,87 gram
f. Sampel BK  feses (210)                   =  23,0-3,63   = 19,37 gram
g. Sampel BK  kosentrat                     = 99,0-3,63    = 95,37 gram
4.2.4.  Perhitungan Kecernaan Bahan Kering (BK)
1.      Rumus          →   Keceernaan BK (%) = (konsumsi BK – ekresi BK feses) × kons. BK                                                                            konsumsi BK

a.       Kecernaan BK (%) sapi no. 220

Keceernaan BK (%) = (konsumsi BK – ekresi BK feses)      × konsumsi BK                                                                           konsumsi BK
                                 = (2,83 - 1,19) × 100
                                           2,83
                                = (1,64/2,83) × 100
                               =  57,95 %
Jadi,dari hasil perhitungan kecrnaan bahan kering pada sapi no.220 yang di berikan king gress sekitar 57,95%.
a.       Kecernaan BK (%) sapi no. 210

Keceernaan BK (%) = (konsumsi BK – ekresi BK feses)      × konsumsi BK                                                                           konsumsi BK
                                 = (10,96 – 0,76) × 100
                                           0,96
                                = (0,2/0,96) × 100
                               =  20,83 %
Jadi,kecernaan bahan kering pada sapi no.210 yang di berikan pakan leguminosa sekitar 20,83%.
BAB V
PENUTUP




5.1.  Kesimpulan

Adapun hal-hal yang dapat disimpukan dari praktikum uji perkecambahan biji sentro ini adalah :
Ternak ruminansia adalah sebutan untuk semua ternak yang mempunyai struktur pencernakan ganda yaitu terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
In Vivo adalah bahasa Latin untuk “dalam organisme hidup”; mengacu pada penelitian yang dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan. Kecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses.
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu kesehtannya. Rumput Raja adalah jenis tanaman perenial yang membentuk rumpun, daya adaptasi yang baik di daerah tropis, tumbuh baik pada tanah yang tidak terlalu lembab dan didukung dengan irigasi yang baik.
Pakan adalah segaalah sesuatu yang dapat diberikan sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Lamtoro (Leucena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa pohon, berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat petani di Nusa Tenggara Barat. Lamtoro umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial.
5.2.              Saran

Setelah terlaksanannya praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia ini  kami  mengharapkan agar praktikan dapat mengerjakannya dan memahami mengenai ilmu kecernaan in vivo untik menguji daya kecernaan pakan ini di lingkungan sekitar tempat mereka tinggal sehingga ilmu ini dapat bermanfaat untuk masyarakat dan agar peternakan dapat dipandang lebih baik dimata masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA


Anggorodi. 2004. Pencernaan Mikrobia Pada Ruminansia (terjemahan). Cetakan pertama. Gadjah Mada University press.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta
Anggorodi,R.1980.Ilmu Makanan Ternak Umum.PT.Gramedia:Jakarta.
Hartadi H., S. Reksohadiprojo, AD. Tilman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Cetakan Keempat, Gadjah Mada Uivesity Press, Yogyakarta.
McDonald, P. 1995. Animal Nutrition 6th Edition. Longman Scientific and Technical Co.Published in The United States with John Willey and Sons Inc, New York (akses 21 Mei 2014 08.30 pm)
Nattee Sirisuth and Natalie D. 2011. In-Vitro-In-Vivo Correlation Definition and    Regulatory Guidance. http://www.iagim.org/pdf/ivivc-01.pdf. Eddington
Reksohadiprojo,S at all.1995.Pakan Ternak Gembala.Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
Subandriyo et al. 2000. Pendugaan kualitas bahan pakan  untuk  teroak  ruminansia.  Fakultas Peternakan  Institut Pertanian Bogor.
Tillman,A.D,.H.Hartadi,S. Reksohadiprodjo. 1991.Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Tillman,A.D at all.1991.Ilmu Makanan Ternak Dasar.Cetakan kelima.Gajah Mada UniversityPress:Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar