BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ternak
ruminansia adalah sebutan untuk semua ternak yang mempunyai struktur
pencernakan ganda yaitu terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Atau lebih tepat dikatakan bahwa ternak ruminansia adalah ternak yang mempunyai
sistim pencernakan pakan yang khas sehingga menyebabkan ternak
tersebut mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas relatif rendah menjadi
produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu. Ciri khas dari ternak
ruminansia adalah adanya rumen yang merupakan ekosistem mikroba yang berperan
dalam penguraian bahan pakan dan mikroba juga berfungsi sebagai bahan protein
ternak.
Ruminansia
sama halnya dengan mahluk hidup lainya yang membutuhkan nutrisi untuk
mempertahankan hidupnya. Nutrisi tersebut seperti karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral, udara, dan air. Hijauan memegang peranan penting pada
produksi ternak ruminansia, karena pakan yang dikonsumsi oleh sapi, kerbau,
kambing, dan domba sebagian besar dalam bentuk hijauan, tetapi ketersediaannya
baik kualitas, kuantitas, maupun kontinyuitasnya masih sangat terbatas.
Hijauan
berasal dari jenis rumput dan legiuminosa. Ternak ruminansia memperoleh dua
sumber protein untuk kebutuhan hidupnya yaitu protein mikroba yang terdapat di
dalam saluran pencernaan dan protein yang berasal dari makanan yang lolos dari
degradasi di dalam rumen (protein by-pass). Tahap pertama dari pemanfaatan
protein adalah melalui proses pencernaan. Walaupun protein mikroba bermutu
tinggi, namun jumlahnya tidak akan cukup untuk mencapai produksi yang tinggi.
Oleh karena itu perlu tambahan berupa protein by-pass. Sumber protein by-pass
yang bisa digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ternak bisa berasal dari
leguminosa pohon seperti lamtoro. Daun dan buah lamtoro mengandung protein dan
energi yang cukup tinggi dan juga merupakan bahan baku lokal yang banyak
tersedia. Lamtoro merupakan leguminosa pohon yang mempunyai perakaran yang
dalam dan mampu beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik di daerah beriklim
sedang dengan curah hujan tahunan diatas 760 mm. Daun lamtoro mengandung
protein kasar yang cukup tinggi yakni 27-34 % dari bahan kering dan telah umum
digunakan sebagai makanan ternak.
Kecernaan merupakan suatu gambaran mengenai kemampuan ternak
untuk memanfaatkan pakan. Kemampuan ternak untuk mencerna suatu bahan
pakan berbeda-bedasesuai dengan status fisiologis dari ternak itu sendiri.
Nilai kecernaan yang tinggi menunjukanbahwa ternak tersebut efektif
memanfaatkan bahan pakan yang diberikanTernak Ruminansia (sapi, kerbau,
kambing, domba) merupakan ternak herbivore yangmemiliki empat perut. Salah satu
perutnya adalah rumen. Ternak Ruminansia mempunyai alatpencernaan yang unik
yaitu retikulo-rumen yang dipisahkan oleh lipatan reticulo-ruminalsehingga isi
rumen dan reticulum dapat tercampur dengan mudah. Rumen dan reticulummerupakan
alat pencernaan fermentativ yang di dalamnya terdapat mikroorganisme
sepertibakteri, prozoa, dan fungi. Di dalam rumen, zat-zat makanan akan
disederhanakan melalui fermentasi mikroba menjadi produk yang mudah
dimanfaatkan induk semang.Mikroorganismepada rumen dapat hidup karena walaupun
proses fermentasi yang terjadi dalam rumen menghasilkan asam, epitel rumen
dapat menghasilkan larutan penyangga yang dapatmempertahankan pH rumen agar
tetap normal.
Untuk
mengetahui daya kecernaan ternak terhadap pakan sangat sulit terutama
jikadilakukan langsung terhadap teernakanya yaitu dengan analisis in vivo dan
analisis insacco.analisis ini sangat sulit dilakukan karena ada beberapa
kendala antarnya membutuhkanternak terutama ternak berpistula.Cara yang tidak
terlalu sulit untuk mengetahui daya cerna ternak terhadap pakan yaitudengan
analisis in vitro,yaitu suatu analisis yang meniru kecernaan ternak yang
dilakukan dilaboratorium.Bahan-bahan yng di butuhkan antara lain cairan
rumen,saliva buatan,sampel danCO2.Analisis in vitro juga memiliki keterbatasan
diantaranya mikroba terbatas,nilai kecernaanbukan true digestibility,butuh
unkubator dan alat-alat lainnya.
Metode untuk mengetahui daya cerna
ada 3 yaitu metode In vitro, In sacco, In vivo. Metode In vivo merupakan metode penentuan kecernaan pakan menggunakan
hewan percobaan dengan analisis pakan dan feses. Pencernaan ruminansia terjadi
secara mekanis, fermentative, dan hidrolisis. Dengan metode In vivo dapat diketahui pencernaan
bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga
nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien
cerna yang ditentukan secara In vivo biasanya 1% sampai 2 % lebih rendah dari
pada nilai kecernaan yang diperoleh secara In vitro.
1.2. Tujuan
dan Kegunaan Praktikum
1.2.1.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ilmu
nutrisi ternak ruminansia tentang daya cerna ternak terhadap pakan lamtoro
adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui daya cerna sapi
terhadap pakan lamtoro.
2.
Untuk mengetahui selisih pakan yang diberikan
dengan feses yang keluar.
3.
Untuk mengetahui berapa kali feses yang
keluar selama 24 jam.
4.
Untuk mengetahui pada feses ke berapa
yang paling banyak keluar.
5.
Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah
ilmu nutrisi ternak ruminansia.
1.2.2. Kegunaan
Praktikum
Adapun kegunaan dari
praktikum ilmu nutrisi ternak ruminansia tentang daya cerna ternak terhadap
pakan lamtoro adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui prosedur menghiting
daya cerna dengan in vivo.
2.
Untuk dapat digunakan ketika melakukan
penelitian dengan hal yang sama dengan praktikum ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pakan
Pakan adalah
semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu kesehtannya. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang meliputi
kuantitatif, kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang
terkandung di dalamnya. (Anonim, 2009).
Pakan adalah
segaalah sesuatu yang dapat diberikan sebagai sumber energi dan zat-zat gizi,
istilah pakan sering diganti dengan bahan baku pakan, pada kenyataanya sering
terjadi penyimpangan yang menunjukkan penggunaan kata pakan diganti sebagai
bahan baku pakan yang telah diolah menjadi pellet, crumble atau mash. (Anonim a
2008).
Hijauan memegang pranan penting dalam
produksi ternak ruminansia karena pakan yang dikonsumsi oleh sapi, kerbau,
kambing dan domba sebagian besar dalam bentuk hijauan tetapi ketersediaannya
baik kualitas, kuantitas maupun kontinyuitasnya masih sangat terbatas
(Reksohadiprodjo at all, 1995).
Rumput Raja
adalah hasil persilangan antara Pennisetum purpureum danPennisetum
thypoides. Rumput Raja adalah jenis tanaman perenial yang membentuk
rumpun, daya adaptasi yang baik di daerah tropis, tumbuh baik pada tanah yang
tidak terlalu lembab dan didukung dengan irigasi yang baik. Pertumbuhan awal
rumput Raja lebih lambat dan memerlukan perawatan yang lebih intensif
dibandingkan dengan rumput Gajah namun memiliki pertumbuhan yang cepat
mengalahkan rumput Gajah (BPTHMT Baturaden, 1989).
Rumput Raja atau king grass mempunyai
karakteristik tumbuh tegak berumpun-rumpun, ketinggian dapat mencapai kurang
lebih 4 m, batang tebal dan keras, daun lebar agak tegak, dan ada bulu agak
panjang pada daun helaian dekat liguna. Permukaan daun luas dan tidak berbunga
kecuali jika di tanam di daerah yang dingin (Gambar 2.1). Produksi hijauan
Rumput Raja dua kali lipat dari produksi Rumput Gajah, yaitu dapat mencapai 40
ton rumput segar/hektar sekali panen atau setara 200-250 ton rumput segar/hektar/tahun.
Mutu hijauan Rumput Raja lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput gajah
hawai ataupun rumput afrika (Rukmana, 2005). Menurut Setiana (2000) bahwa
kualitas produksi hijauan Rumput Raja dapat mencapai 1000 ton segar/ha/tahun.
Lamtoro (Leucena
leucocephala) merupakan salah satu
leguminosa pohon, berasal dari Amerika Tengah dan
Meksiko, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat petani di Nusa Tenggara Barat.
Lamtoro umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk
tanaman komersial. Sebagian masyarakat memanfaatkan buah dan daun muda untuk
sayur. Daunnya dipergunakan sebagai pakan ternak dan batangnya dimanfaatkan
sebagai ramuan rumah dan kayubakar.Lamtoro mengandung
protein tinggi dan karotenoid
yang sangat potensial sebagai pakan
ternak non ruminansia seperti unggas. Kandungan
lamtoro adalah bahan kering 90,02%, protein kasar 22,69%, lemak 2,55%, serat
kasar 16,77%, abu 11,25%, Ca 1,92 dan P 0,25% serta β-karoten 331,07 ppm (Yessirita,
2010). Dari hasil analisa
tersebut dilihat bahwa lamtoro memiliki kandungan serat kasar yang tinggi
sehingga pengunaan lamtoro terbatas dalam ransum ternak. Pemberian lamtoro pada ternak unggas
khususnya ayam sangat terbatas yaitu
sampai 10%.
2.2 Pengertian In Vivo
In Vivo
adalah bahasa Latin untuk “dalam organisme hidup”; mengacu pada penelitian yang
dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan. Uji kulit yang tepat
dilakukan memakai bahan yang bersifat imunogenik, Bahan uji kulit
harus bersifat non iritatif untuk menghindari positif palsu, Dengan uji kulit
hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap makro molekul: insulin, antisera,
ekstrak organ, sedang untuk mikromolekul sejauh ini hanya dapat diidentifikasi
alergi terhadap penisilin saja.
2.3 Prinsip Kerja In Vivo
Pengujian secara biologis biasanya menggunakan hewan
coba untuk membantu menjalakan penelitian-penalitian yang tidak bisa secara
langsung dilakukan dalamtubuh manusia dengan asumsi semua jaringan, sel-sel
penyusun tubuh, sertaenzim-enzim ada dalam tubuh hewan coba tersebut memiliki
kesamaan dengan manusia.
2.4 Kecernaan In
Vivo
Kecernaan In
vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan
percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman at al, 1991).
Tipe evaluasi pakan pada prinsipnya ada
3 yaitu metode in vitro, in sacco, dan in vivo. Tipe evaluasi pakan in vivo
merupakan metode penentuan kecernaan pakan menggunakan hewan percobaan dengan
analisis pakan dan feses. Pencernaan ruminansia terjadi secara mekanis,
fermentative dan hidrolisis (Mc Donald et
all, 1995).
Dengan
metode in vivo dapat diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam
seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang
diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien kecernaan yang ditentukan
secara in vivo biasanya 1% sampai 2% lebih rendah dari pada nilai kecernaan
yang diperoleh secara in vitro (Tillman at
all, 1991).
Anggorodi
(1980) menambahkan pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan
usaha untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan
diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentase nutrient yang
diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat
selisih antara jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang
dikeluarkan dalam feses. Perhitungan kecernaan (semu) bahan pakan menurut
Church dan Pond (1988) adalah sebagai berikut :
Kecernaan %
= Nutrien pakan – Nutrien feses x 100
Nutrien
Pakan
Percobaan
kecernaan dibedakan menjadi dua periode, yaitu periode pendahuluan dan periode
koleksi. Periode pendahuluan berlangsung selama 7 hari sampai 10 hari dan
periode koleksi selama 5 hari sampai 15 hari (Tillman et al. 1991).
Periode
pendahuluan berlangsung 4 sampai 10 hari, dan koleksi 4 sampai 10 hari
sedangkan menurut Merchen (1988) periode pendahuluan selama 2 minggu dan
koleksi selama 7 sampai 10 hari, dan menurut Harris (1970) periode pendahuluan
selama 10 hari dan koleksi selama 10 hari (Menurut Church dan Pond 1988).
Bahwa
tingkat konsumsi yang konsisten ditetapkan selama periode pendahuluan untuk
menghindari fluaktuasi ekskresi yang dramatis, dan perbedaan jumlah feses dapat
menyebabkan kesalahan dalam percobaan ini (Merchen, 1988).
Selama
percobaan tersebut feses dikumpulkan, di timbang, dan dianalisis untuk
mengetahui zat-zat makanannya (Anggorodi, 1980).
2.5
Kecernaan
BK
Kecernaan atau daya cerna adalah
bagian dari nutrien pakan yang tidak diekskresikan dalam feses terhadap
konsumsi pakan. Tingkat kecernaan nutrien makanan dapat menentukan kualitas
dari ransum tersebut, karena bagian yang dicerna dihitung dari selisih antara
kandungan nutrien dalam ransum yang dikonsumsi dengan nutrien yang keluar lewat
feses atau berada dalam feses (Tillman dkk., 1991).
Kecernaan bahan kering yang tinggi
pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama
yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase
kecernaan bahan pakan tersebut, berarti semakin baik kualitasnya.
Kisaran normal bahan kering yaitu 50,7-59,7%. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecernaan bahan kering, yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi, laju
perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang
terkandung dalam ransum tersebut. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
nilai kecernaan bahan kering ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam
ransum, komposisi kimia, tingkat protein ransum, persentase lemak dan mineral
(Tilman, dkk, 1991; Anggorodi, 1994).
Kecernaan BK yang tinggi pada
ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna oleh mikroba
rumen (Anitasari, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai kecernaan BK ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum,
komposisi kimia, tingkat protein, persentase lemak dan mineral (Anggorodi,
1994).
BAB III
MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu
dan Temat Praktikum
Adapun waktu dan tempat dilaksanakan
praktikum ilmu nutrisi ruminansia ini, adalah sebagai berikut :
Ø Praktik
pertama :
Tanggal : 23 – 24 Mei 2015.
Waktu : 07.00 wita tanggal 23 – 07.00 wita
tanggal 24 2015.
Tempat :
Teaching Farm Lingsar.
Ø Praktikum
kedua :
Tanggal :
24 Mei 2015.
Waktu :
08.00 hingga selesai.
Tempat :
Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia / Herbivora Fakultar Peternakan Universitas
Mataram.
Ø Praktikum
ketiga :
Tanggal :
29 Mei 2015.
Waktu :
08.00 hingga selesai.
Tempat :
Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia / Herbivora Fakultar Peternakan Universitas
Mataram.
3.2
Alat
dan Bahan Praktikum
Adapun alat dan bahan yang digunakan
dalam praktikum ilmu nutrisi ruminansia ini adalah sebagai berikut :
Ø Alat
praktikum terdiri dari :
1.
Selang
2.
Ember
3.
Spatula
4.
Papan
5.
Sekop
6.
Karung
7.
Terpal
8.
Timbangan
9.
Polpen
10. Kertas
11. Pelastik
12. Sepidol
13. Amplop
14. Oven
15. Komputer
Ø Bahan
praktikum terdiri dari :
1.
Air
2.
Konsentrat
3.
Lamtoro
4.
Rumput raja
5.
Sapi
6.
Feses
3.3
Metode
Praktikum
Adapun langkah-langkah praktikum
yang digunakan dalam praktikum ilmu nutrisi ruminansia, yaitu mulai dari :
1)
Praktikum pertama
1. Mengetahui
nomer sapi yang akan digunakan untuk praktikum.
2. Membersihkan
kandang dan tempat makan sapi.
3. Siapkan
alat dan bahan
4. Mengambil
konsentrat,rumput raja,dan lamtoro sebagai pakan yang akan diberikan.
5. Menimbang
pakan yang akan di berikan sepri konsentrat,rumput raja,dan lamtoro.
6. Menimbang
konsentrat 1 % dari berat badan sapi.
7. Ambil
sampel konsentrat,kemudian berikan pada sapi.
8. Selanjutnya
timbang rumput raja 10 % dari berat badan.
9. Setelah
di timbang ambil sampel rumput raja.
10. Menimbang
lamtoro 3 % - 4 % dari berat badan sapi.
11. Mengambil
sampel lamtoro untuk dianalisis.
12. Memberi
pakan hijauan seperti rumput raja dan lamtoro 30 menit setelah di berikan
konsentrat kepada masing-masing sapi, dengan cara memberi sedikit demi sedikit
agar sapi mengkonsumsi pakan rumpur raja dan lamtoro dengan baik.
13. Mengambil
feses setiap kali keluar dari masing-masing sapi (tergantung dari feses yang
keluar dari sapi selama 24 jam).
14. Menimbang
feses setiap kali keluar dari masing-masing sapi (tergantung dari feses yang
keluar dari sapi selama 24 jam).
15. Mencatat
berat feses setiap kali keluar dari masing-masing sapi (tergantung dari feses
yang keluar dari sapi selama 24 jam).
16. Mencatat
waktu setiap kali feses yang keluar dari masing-masing sapi.
17. Mengambil
sampel setiap feses yang keluar dari masing-masing sapi di masuk kan pada
kantong plastik yang di beri tanda feses keberapa,sapi yang diberi pakan rumput
raja atau lamtoro.
18. Mengumpulkan
sampel feses ke setiap satu kantong plastik yang berbeda tergantung dari jumlah
sapi.
19. Meberikan
masing-masing sapi minum tergantung kebutuhan.
20. Mencatat
tingkah laku masing-masing sapi.
21. Poin
dari nomer 1 hingga 17 di lakukan selama 24 jam.
22. Setelah
dilakukan fengambilan sampel feses selama 24 jam,kemudian bersihkan kandang dan
mengambil sisa pakan.
23. Menimbang
sisa pakan setelah itu ambil sampel sisa pakan
24. Membawa
sampel masing-masing feses sapi,konsentrat,rumput raja,sisa pakan rumput raja,lamtoro
dan sisa pakan lamtoro ke laboratorium.
2)
Peraktikum kedua
1. Siapkan
amlop untuk masing-masing sampel dan stempes.
2. Berikan
identitas pada amplop untuk masing-masing sampel.
3. Menimbang
amlop untuk sampel rumput raja.
4. Mencatat
berat amlop untuk rumput raja.
5. Menimbang
amlop dan sampel rumput raja.
6. Mencatat
berat amlop dan sampel rumput raja.
7. Menimbang
amlop untuk sampel sisa rumput raja.
8. Mencatat
berat amlop untuk sisa tumput raja.
9. Menimbang
amlop dan sampel sisa tumput raja.
10. Mencatat
berat amlop dan sampel sisa rumput raja.
11. Menimbang
amlop untuk sampel lamtoro.
12. Mencatat
berat amlop untuk lamtoro.
13. Menimbang
amlop dan sampel lamtoro.
14. Mencatat
berat amlop dan sampel lamtoro.
15. Menimbang
amlop untuk sampel sisa lamtoro.
16. Mencatat
berat amlop untuk sisa lamtoro.
17. Menimbang
amlop dan sampel sisa lamtoro.
18. Mencatat
berat amlop dan sampel sisa lamtoro.
19. Menimbang
amlop untuk sampel masing-masing feses dari sapi.
20. Mencatat
berat amlop untuk sampel masing-masing feses dari sapi.
21. Menimbang
amlop dan sampel masing-masing feses dari sapi.
22. Mencatat
berat amlop dan sampel masing-masing feses dari sapi.
23. Memasukan
seluruh sampel ke dalam oven 600 C.
24. Menunggu
sampel hingga kering, kurang lebih selama 4 hari.
3)
Praktikum ketiga
1. Setelah
4 hari di oven 60º C.
2. Mengeluarkan
sampel yang telah di oven.
3. Menimbang
seluruh amlop dan sampel yang telah kering.
4. Mencatat
seluruh berat amlop dan sampel yang telah kering.
5. Menghitung
kadar bahan kering sampel konsentrat,rumput raja,sisa rumput raja,lamtoro,sisa
lamtoro dan feses.
6. Menghitung
konsumsi bahan kering dan keluaran bahan kering.
7. Menghitung
nilai kecernaan in vivo.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM
4.1.
Hasil Praktikum
Tabel. 1 Data Pakan Segar Sapi
Nomor sapi
|
Pemberian (kg)
|
Sisa (kg)
|
konsumsi
|
Keterangan
|
210
|
9
|
8
|
1
|
Diberi tree legum
|
220
|
17
|
8
|
9
|
Di beri king grass
|
Tabel. 2 Data Feses Segar Setiap Sapi Defekasi Selama 24 Jam
No.
sapi
|
Data
feses segar pada defikasi ke-
|
||||||||||
item
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
(kg)
|
|
220
|
Berat
(kg)
|
1,385
|
1,110
|
0,910
|
0,345
|
0,940
|
0,220
|
0,560
|
0,630
|
1,100
|
7,200
|
jam
|
08:44
|
10:56
|
12:35
|
13:42
|
15:16
|
17:15
|
18:30
|
00:35
|
04:55
|
|
|
|
|||||||||||
210
|
Berat
(kg)
|
1,525
|
1,135
|
1,235
|
|
|
|
|
|
|
3,895
|
jam
|
10:49
|
15:25
|
22:40
|
|
|
|
|
|
|
|
Grafik .1 Defekasi Sapi Nomor 220 Dan 210 Selama 24 Jam
Tabel.3 Data
Hasil di Laboratorium
NO
|
SAMPEL
|
BERAT
SEBELUM DI OVEN 600 (g)
|
BERAT
SESUDAH DI OVEN 600(g)
|
1
|
Berat 3 staples
|
0.12
|
-
|
2
|
Amplop besar +
staples
|
16,74
|
-
|
3
|
Amplop kecil +
staples
|
3,63
|
-
|
4
|
Amplop + staples
+ sampel rumput awal
|
110,43
|
27,76
|
5
|
Amplop + staples
+ sampel rumput sisa
|
116,50
|
22,26
|
6
|
Amplop + staples
+ sampel legume awal
|
95,35
|
69,26
|
7
|
Amplop + staples
+ sampel legume sisa
|
80,79
|
55,76
|
8
|
Amplop + staples
+ sampel konsentrat
|
108,34
|
95,37
|
9
|
Amplop + staples
+ feses No. 220
|
103,05
|
16,87
|
10
|
Amplop + staples
+ feses No. 210
|
103,34
|
19,37
|
Ket:
·
Amplop besar =
Sampel
rumpul awal dan sisa
sampel legume awal dan
sisa
·
Amplop kecil = Sampel
konsentrat
sampel feses
4.2. Pembhasan Praktikum
4.2.1. Pembahasan Materi Praktikum
Dalam
praktikum yang kami lakukan selama kurang lebih sehari semalam untuk mengetahui
berapa kali sapi melakukan defikasi selama 24 jam dan untuk menguji bahan pakan
seperti tree leguminousa dan king grass yang dicerna tersebut baik atau tidak
di kosumsi oleh ternak yang kami amil sampelnya selama sehari semalam atau 24
jam lamanya.
Sedangkan
dalam metode untuk melakukan uji daya cerna pada ternak ruminansia ada beberapa
metode yang ada seperti metode yang kami
lakukan dalam uji daya cerna bahan pakan seperti tree legume dan king grass ini
menggunakan metode In vivo yang merupakan
suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan
analisis nutrient pakan dan feses (Tillman at
al, 1991). Dengan metode in vivo dapat diketahui pencernaan
bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga
nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien
kecernaan yang ditentukan secara in vivo biasanya 1% sampai 2% lebih rendah
dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara in vitro (Tillman at all, 1991).
Setelah pengambilan sampel di lapangan maka pada
pagi harinya sampel tersebut secepatny di bawa ke laboratorium untuk di uji
bahan pakan tree legume dan king grass supaya mengetahui berapa persen daya cernanya
terhadap ternak dan pakan seperti tree legume dan king
grass baik untuk daya
cerna ternak atau kurang. Siregar (1989) menyatakan bahwa
produksi Rumput Raja mencapai 1.076 ton/ha/tahun, sedangkan Rumput Gajah
(Hawai) 525 ton/ha/tahun dan Rumput Gajah (Afrika) hanya mencapai produksi 376
ton/ha/tahun. Dan nilai gizi Rumput Raja juga cukup tinggi, yaitu protein kasar
13,5 %, lemak 3,5 %, dan abu 18,6 %. Amalia dkk (2000) menambahkan bahwa
kualitas hijauan Rumput Raja lebih tinggi dibandingkan dengan Rumput Gajah
terutama protein kasarnya 25 % lebih tinggi dari rumput demikian juga dengan
kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5.3 –
22.8 %. Kecernaan bahan kering ini adalah 65.6 %. Sedangkan kandungan pada tree legume (lamtoro)
adalah bahan kering 90,02%, protein kasar 22,69%, lemak 2,55%, serat kasar
16,77%, abu 11,25%, Ca 1,92 dan P 0,25% serta β-karoten
331,07 ppm (Yessirita, 2010).
Dalam hasil dari praktikum
yang diamati jumlah defekasi pada ternak dengan nomor 220 yang di beri pakan
tree legume lebih sering melakukan
defekasi dari pada ternak dengan nomor 210 yang diberikan king grass dengan
perbandingan 3 kali lipat dari ternak nomor 220,penyebab utama yang membuat
ternak nomor 220 lebih sering melakukan defekasi dikarenakan ternaknya diare
dan pakan yang di konsumsi oleh ternah tidak terlalu banyak sehingga untuk
menyeimbangkan kondisi tubuhnya ternak tersebut berusaha untuk selalu
mengeluarkan fesesnya,sedangkan pada ternak nomor 210 dalam perhitungan waktu
pengamatan selama kurang lebih sehari semalam hanya melakukan defekasi 3 kali
atau 3 kali jauh lebih sedikit dari ternak 220 yang dikarenakn sapi nomor 210 banyak mengkonsumsi pakan dan
tidak ada gangguan penyakit diare seperti pada ternak nomor 220.
Defekasi merupakan salah satu usaha ternak untuk mengatur proses
keseimbangan tubuh dengan cara mengeluarkan fesses. Fesses merupakan salah satu
produk sisa proses pencernaan setelah pakan yang dikonsumsi mengalami degradasi
dan diserap atau tidak mengalami proses apapun yang akhirnya dikeluarkan dari
dalam tubuh (Blakely dan Bade, 1995).
4.2.2. Perhitungan
Pemberian Pakan dan Persentase Kecernaan
1.
Rumus →
a. Pakan (lamtoro) =
3/100×BB
b.
Pakan (king
grass) = 10/100×BB
c.
Kosentrat
(jagung) = 1/100×BB
Keterangan → a.
Tree legum = 3%
b.
king grass = 10%
c.
kosentrat = 1%
d.
sapi (220) = 288
kg
e.
sapi (210) =
164,5 kg
a. Sapi (220) =
tree
legum = 3/100×288 = 8,64 = 9 kg
kosentrat = 1/100×288 = 2,88 =
3 kg
b. Sapi (210) =
king grass = 10/100×164,5 = 16,45 = 7 kg
kosentrat
= 1/100×164.5 = 1,645 = 2 kg
4.2.2. Perhitunga Konsumsi Pakan
1.
Rumus →
konsumsi
= pemberian pakan – sisa pakan.
Keterangan →
a. Konsumsi pakan sapi (220).
b. Konsumsi
pakan sapi (210).
a.
Konsumsi pakan sapi (220) =
pemberian pakan – sisa pakan.
= 17-8 = 9 kg.
b.
Konsumsi pakan
sapi (220) = pemberian pakan – sisa pakan.
= 9-8 =
1 kg.
4.2.3. Perhitungan
Sampel Seetelah Di Oven 600 C
1.
Rumus →
Berat samel = Berat BK +amplop – amplop
Keterangan → a. Berat amplop besar = 16,74 gram
b. Berat amplop kecil = 3,63 gram
a. Sampel BK tree legum awal = 86,0-16,74 =
69,26 gram
b. Sampel BK tree legum sisa = 72,5-16,74
= 55,76 gram
c. Sampel BK
king grass awal = 44,5-16,74 = 27,76 gram
d. Sampel BK
king grass sisa = 39,0-16,74 = 22,26 gram
e. Sampel BK
feses (220) = 20.5-3,63
= 16,87 gram
f. Sampel BK
feses (210) = 23,0-3,63
= 19,37 gram
g. Sampel BK
kosentrat =
99,0-3,63 = 95,37 gram
4.2.4. Perhitungan Kecernaan Bahan Kering (BK)
1.
Rumus
→ Keceernaan BK (%) = (konsumsi
BK – ekresi BK feses) × kons. BK konsumsi BK
a.
Kecernaan BK (%)
sapi no. 220
2,83
= (1,64/2,83) × 100
= 57,95 %
Jadi,dari hasil perhitungan kecrnaan bahan kering pada sapi no.220 yang
di berikan king gress sekitar 57,95%.
a.
Kecernaan BK (%)
sapi no. 210
0,96
= (0,2/0,96) × 100
= 20,83 %
Jadi,kecernaan bahan kering pada sapi no.210 yang di berikan pakan leguminosa
sekitar 20,83%.
BAB
V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun
hal-hal yang dapat disimpukan dari praktikum uji perkecambahan biji sentro
ini adalah :
Ternak
ruminansia adalah sebutan untuk semua ternak yang mempunyai struktur
pencernakan ganda yaitu terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
In Vivo
adalah bahasa Latin untuk “dalam organisme hidup”; mengacu pada penelitian yang
dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan. Kecernaan In vivo merupakan suatu
cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis
nutrient pakan dan feses.
Pakan adalah
semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu kesehtannya. Rumput
Raja adalah jenis tanaman perenial yang membentuk rumpun, daya adaptasi yang
baik di daerah tropis, tumbuh baik pada tanah yang tidak terlalu lembab dan
didukung dengan irigasi yang baik.
Pakan adalah
segaalah sesuatu yang dapat diberikan sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Lamtoro (Leucena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa pohon,
berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
petani di Nusa Tenggara Barat. Lamtoro umumnya ditanam sebagai tanaman pagar
dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial.
5.2.
Saran
Setelah terlaksanannya praktikum Ilmu
Nutrisi Ternak Ruminansia ini kami mengharapkan agar praktikan dapat
mengerjakannya dan memahami mengenai ilmu kecernaan
in vivo untik menguji daya kecernaan
pakan ini di lingkungan
sekitar tempat mereka tinggal sehingga ilmu ini dapat bermanfaat untuk
masyarakat dan agar peternakan dapat dipandang lebih baik dimata masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi. 2004. Pencernaan Mikrobia Pada Ruminansia
(terjemahan). Cetakan pertama. Gadjah Mada University press.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia.
Jakarta
Anggorodi,R.1980.Ilmu Makanan Ternak Umum.PT.Gramedia:Jakarta.
Hartadi H., S.
Reksohadiprojo, AD. Tilman. 1997. Tabel
Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Cetakan Keempat, Gadjah Mada Uivesity
Press, Yogyakarta.
http://be-ef.blogspot.com/2011/10/laporan-praktikum-produksi-ternak-perah.html
Diakses 15 Juni 2015.
McDonald, P. 1995. Animal Nutrition 6th Edition. Longman Scientific and Technical
Co.Published in The United States with John Willey and Sons Inc, New York
(akses 21 Mei 2014 08.30 pm)
Nattee
Sirisuth and Natalie D. 2011. In-Vitro-In-Vivo Correlation Definition and
Regulatory Guidance. http://www.iagim.org/pdf/ivivc-01.pdf.
Eddington
Reksohadiprojo,S at
all.1995.Pakan Ternak Gembala.Gajah
Mada University Press:Yogyakarta.
Subandriyo et al. 2000.
Pendugaan kualitas bahan pakan
untuk teroak ruminansia.
Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Tillman,A.D,.H.Hartadi,S.
Reksohadiprodjo. 1991.Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Tillman,A.D
at all.1991.Ilmu Makanan Ternak Dasar.Cetakan
kelima.Gajah Mada UniversityPress:Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar